Liputan6.com, Jakarta – Ada kisah
istimewa sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Thalhah. Setelah dia meninggal selama beberapa hari, tubuhnya tetap ada. Semasa hidupnya, Abu Thalhah rajin berpuasa.
Dari riwayat Anas bin Malik disebutkan bahwa Abu Thalhah rutin berpuasa di belakang Nabi Muhammad SAW selama 40 tahun. Dalam Ensiklopedia Sahabat Rasulullah yang ditulis oleh Wulan Mulya Pratiwi dkk dijelaskan bahwa tidak hanya Abu Thalhah yang tidak berpuasa di hari-hari yang diharamkan, seperti pada hari para pemimpin, atau saat sedang sakit.
Selain rajin berpuasa, Abu Thalhah juga tidak ketinggalan shalat malam dan selalu berjuang di jalan Allah. Ia tak pernah bosan menegakkan ajaran Allah SWT dalam kesehariannya, bahkan di usia senja sekalipun. Anak-anaknya memperingatkan Abu Thalhah tentang usia tuanya, namun ia tetap teguh pada tekadnya untuk berperang jihad dan melaut dan pejuang Muslim nomaden lainnya. Seorang putra Abu Thalhah berkata:
“Semoga Allah selalu merahmatimu wahai Bapa kami. Kamu sudah tua sekarang. Ia berperang bersama Nabi, Abu Bakar dan Umar. Kenapa tidak istirahat saja, ayo lanjutkan jihadmu?
Langsung saja Abu Thalhah menjawab dari firman Allah SWT dalam QS At-Taubah ayat 41:
Pesannya ُونَ
Infirw khifāfaw wa iqālaw wa jāhidụ bi`amwālikum wa anfusikum fi saīlillāh, żālikum khairul lakum ing kuntum ta\’laān.
Artinya : “Pergilah, baik itu mudah maupun berat bagimu, berjuanglah di jalan Allah dengan hartamu dan dirimu sendiri. Akan lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya,”
Sayangnya, Abu Thalhah meninggal dunia di tengah perjalanan. Dia meninggal saat berpuasa. Saat itu, tentara Muslim tidak dapat menemukan pulau untuk menguburkan jenazahnya. Selama tujuh hari mereka menggeledah pulau itu, jenazah Abu Thalhah tetap tidak berubah. Tubuhnya tampak seperti sedang tidur. Oleh karena itu, tubuhnya diyakini tidak rusak karena rajin berpuasa.
Sekadar informasi, penambahan berat badan secara teratur dikaitkan dengan berbagai manfaat kesehatan bagi tubuh. Salah satu manfaatnya adalah membuat tubuh lebih sensitif terhadap insulin.
Puasa intermiten atau puasa intermiten terbukti membantu mengatur kadar gula darah. Hal ini dapat mengurangi risiko terkena diabetes tipe 2 dan meningkatkan kesehatan jantung.
Selain itu, puasa terbukti membantu mengurangi resistensi insulin yang dapat menjadi penyebab utama diabetes dan obesitas.